NIM : 14080314059
Kelas: PAP 14 A
Contoh berkembangnya
fisafat ilmu pada zaman modern yang sangat terkenal adalah rekayasa genetic atau
kloning. Uraikan pendapat saudara mengenai teknologi kloning dilihat dari sudut
pandang norma, moral, dan etika bangsa Indonesia!
Jawab :
Kloning adalah reproduksi aseksual .
Kloning pertama kali mendapat perhatian
dunia ketika Joshua Lederberg seorang Nobelis, menulis tentang prospek kloning
manusia. Ia mengatakan bahwa dengan kloning manusia dapat mengendalikan
reproduksi dan menghasilkan gen superior dan banyak keuntungan lain.
Perkataannya ini didasarkan pada keberhasilan percobaan reproduksi aseksual
pada kodok. Kendati demikian, muncul pula banyak pertanyaan mengenai status
moral kloning itu.
Kloning dipandang
dari sudut pandang norma adalah sebagai berikut :
Dalam UU
kesehatan No.23 tahun 1992 terdapat ketentuan pasal-pasal tentang kehamilan di
luar cara alami sebagai berikut :
Pasal 16
1) Kehamilan di
luar alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri
mendapat keturunan.
Penjelasan: Jika secara medis dapat membuktikan bahwa
pasangan suami istri yang sah dan benar-benar tidak dapat memperoleh keturunan
secara alami, pasangan suami istri tersebut dapat melakukan kehamilan di luar
cara alami sebagai upaya terakhir melalui ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran.
2) Upaya kehamilan
di luar alami sebagimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh
pasangan suami istri yang sah dan dengan ketentuan:
a. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari
suami istri yang bersangkutan, ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal.
b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan wewenangan untuk itu.
c. Pada sarana kesehatan tertentu.
Penjelasan: Pelaksanaan upaya kehamilan di luar cara
alami harus dilakukan sesuai dengan norma hukum, norma kesusilaan, dan norma
kesopanan. Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki
tenaga dan peralatan yang telah memenuhi persyaratan untuk menyelenggarakan
upaya kehamilan diluar cara alami dan ditunjuk oleh pemerintah.
3) Ketentuan mengenai persyaratan dalam
ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam peraturan ini
ialah:
a. Sperma harus berasal dari suami sah
dari pemilik ovum. Bila sperma berasal dari laki-laki lain, hukumannya sama dengan
perzinaan.
b. Hasil pembuahan tidak boleh ditanam di
dalam rahim wanita yang bukan pemilik ovum yang dibuahi tersebut.
c. Yang dimasud dengan keturunan adalah
sperma dari suami.
Ketentuan pidana.
Ketentuan pidana untuk pelaku upaya kehamilan di luar
cara alami diatur dalam pasal 82 ayat (2) a yang berbunyi : Melakukan upaya
kehamilan di luar cara alami yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 10 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
Kloning dilihat
dari sudut pandang Moral
Hukum kloning
dalam pandangan Islam sangat jelas, yang diambil dari dalil-dalil qiyas dan
ijtihat. Belakangan ini telah berkembang satu teknologi baru yang mampu
memduplikasi makhluk hidup dengan sama persis, teknologi ini dikenal dengan
nama teknologi kloning. Kloning adalah teknik membuat keturunan dengan kode
genetik yang sama dengan induknya pada makhluk hidup tertentu baik berupa tumbuhan,
hewan, maupun manusia. Kloning telah berhasil dilakukan pada tanaman
sebagaimana pada hewan belakangan ini, kendatipun belum berhasil dilakukan pada
manusia. Tujuan kloning pada tanaman dan hewan pada dasarnya adalah untuk
memperbaiki kualitas tanaman dan hewan, meningkatkan produktivitasnya, dan
mencari obat alami bagi banyak penyakit manusia terutama penyakit-penyakit
kronis guna menggantikan obat-obatan kimiawi yang dapat menimbulkan efek
samping terhadap kesehatan manusia. Upaya memperbaiki kualitas tanaman dan
hewan dan meningkatkan produktivitasnya tersebut menurut syara’ tidak apa-apa
untuk dilakukan dan termasuk aktivitas yang mubah hukumnya. Demikian pula
memanfaatkan tanaman dan hewan dalam proses kloning guna mencari obat yang
dapat menyembuhkan berbagai penyakit manusia terutama yang kronis adalah
kegiatan yang dibolehkan Islam, bahkan hukumnya sunnah (mandub), sebab berobat
hukumnya sunnah. Begitu pula memproduksi berbagai obat-obatan untuk kepentingan
pengobatan hukumnya juga sunnah. Oleh karena itu, dibolehkan memanfaatkan
proses kloning untuk memperbaiki kualitas tanaman dan mempertinggi
produktivitasnya atau untuk memperbaiki kualitas hewan seperti sapi, domba,
onta, kuda, dan sebagainya. Juga dibolehkan memanfaatkan proses kloning untuk mempertinggi
produktivitas hewan-hewan tersebut dan mengembangbiakkannya, ataupun untuk
mencari obat bagi berbagai penyakit manusia, terutama penyakit-penyakit yang
kronis. Oleh karena itu tidak salah jika Majma' al-Buhûts al-Islâmiyyah yang
berpusat di Kairo Mesir mengeluarkan fatwa akan bolehnya memanfaatkan teknologi
kloning terhadap tumbuh-tumbuhan atau hewan asalkan memiliki daya guna
(bermanfaat) bagi kehidupan manusia. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa
segala sesuatu yang ada di dunia ini diciptakan untuk kesejahteraan manusia.
Apalagi jika kita memanfaatkan proses kloning ini jelas-jelas untuk memperbaiki
kualitas tanaman dan mempertinggi produktivitasnya atau untuk memperbaiki
kualitas hewan. Selain itu juga dibolehkan memanfaatkan proses kloning
untuk mempertinggi produktivitas hewan-hewan tersebut dan
mengembangbiakannya, ataupun untuk mencari obat bagi berbagai penyakit manusia,
terutama penyakit-penyakit yang kronis.
Adapun kloning
manusia adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan
induknya yang berupa manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengambil sel
tubuh (sel somatik) dari tubuh manusia, kemudian diambil inti selnya
(nukleusnya), dan selanjutnya ditanamkan pada sel telur (ovum) wanita yang
telah dihilangkan inti selnya dengan suatu metode yang mirip dengan proses
pembuahan atau inseminasi buatan. Dengan metode semacam itu, kloning manusia
dilaksanakan dengan cara mengambil inti sel dari tubuh seseorang, lalu
dimasukkan ke dalam sel telur yang diambil dari seorang perempuan. Lalu dengan
bantuan cairan kimiawi khusus dan kejutan arus listrik, inti sel digabungkan
dengan sel telur. Setelah proses penggabungan ini terjadi, sel telur yang telah
bercampur dengan inti sel tersebut ditransfer ke dalam rahim seorang perempuan,
agar dapat memperbanyak diri, berkembang, berdiferensiasi, dan berubah menjadi
janin sempurna. Setelah itu keturunan yang dihasilkan dapat dilahirkan secara
alami. Keturunan ini akan berkode genetik sama dengan induknya, yakni orang
yang menjadi sumber inti sel tubuh yang telah ditanamkan pada sel telur
perempuan.
Ardi (2013)
menjelaskan bahwa melihat fakta kloning manusia secara menyeluruh, syari’at
Islam mengharamkan kloning terhadap manusia, dengan argumentasi sebagai
berikut.
Pertama, anak-anak
produk proses kloning dihasilkan melalui cara yang tidak alami (percampuran
antara sel sperma dan sel telur). Padahal, cara alami inilah yang telah
ditetapkan oleh syariat sebagai sunnatullah menghasilkan anak-anak dan
keturunannya. Allah SWT berfirman:
وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ
الذَّكَرَ وَالأنْثَى
مِنْ
نُطْفَةٍ إِذَا تُمْنَى
“Dan bahwasannya
Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan dari air
mani apabila dipancarkan” (QS. An-Najm: 45-46).
Dalam ayat lain
dinyatakan pula,
أَلَمْ
يَكُ نُطْفَةً مِنْ مَنِيٍّ يُمْنَى
ثُمَّ
كَانَ عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوَّى
“Bukankah
dia dahulu setetes mani yag ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu
menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya. Lalu
Allah menjadikan daripadanya sepasang laki-laki dan perempuan.” (QS.
Al-Qiyâmah: 37-38).
Kedua, anak-anak
produk kloning dari perempuan tanpa adanya laki-laki tidak akan mempunyai ayah.
Anak produk kloning tersebut jika dihasilkan dari proses pemindahan sel telur
yang telah digabungkan dengan inti sel tubuh ke dalam rahim perempuan yang
bukan pemilik sel telur, tidak pula akan memunyai ibu sebab rahim perempuan
yang menjadi tempat pemindahan sel telur tersebut hanya menjadi penampung
(mediator). Oleh karena itu, kondisi ini sesungguhnya telah bertentangan dengan
firman Allah SWT:.
يا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا
خَلَقْناكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَ أُنْثى وَ جَعَلْناكُمْ شُعُوباً وَ قَبائِلَ
لِتَعارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ
خَبِيرٌ
“Hai manusia,
sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa–bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal.” (AQS. Al-Hujurât: 13)
Juga
bertentangan dengan firman-Nya yang lain,
ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ
أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ ۚ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي
الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ ۚ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ
وَلَٰكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Panggilah
mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah
yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak
mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan
maula-maulamu [Maula-maula ialah: seorang hamba sahaya yang sudah dimerdekakan
atau seorang yang telah dijadikan anak angkat, seperti Salim anak angkat
Huzaifah, dipanggil maula Huzaifah] dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang
kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu.
Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Al-Ahzâb : 5).
Ketiga, kloning
manusia akan menghilangkan nasab (garis keturunan). Padahal Islam telah
mewajibkan pemeliharaan nasab. Ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari
Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. telah bersabda, “Siapa
saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang
budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat
laknat dari Allah, para malaikat dan seluruh manusia.” (H.R. Ibnu Majah).
Diriwayatkan
pula dari Abu ‘Utsman An Nahri r.a. yang berkata, “Aku mendengar Sa’ad dan Abu
Bakrah masing-masing berkata, ‘Kedua telingaku telah mendengar dan hatiku telah
menghayati sabda Muhammad s.a.w., “siapa saja yang mengaku-ngaku (sebagai anak)
kepada orang yang bukan bapaknya, padahal dia tahu bahwa orang itu bukan
bapaknya, maka surga baginya haram.” (H.R. Ibnu Majah).
Diriwayatkan
pula dari Abu Hurairah r.a. bahwasannya tatkala turun ayat li’an dia mendengar
Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja perempuan yang memasukkan kepada suatu
kaum nasab (seseorang) yang bukan dari kalangan kaum itu, maka dia tidak akan
mendapat apapun dari Allah dan Allah tidak akan pernah memasukkannya ke dalam
surga. Dan siapa saja laki-laki yang mengingkari anaknya sendiri padahal dia
melihat (kemiripan)nya, maka Allah akan akan tertutup darinya dan Allah akan
membeberkan perbuatannya itu dihadapan orang-orang yang terdahulu dan kemudian
(pada Hari Kiamat)” (H.R. Ad-Darimi).
Kloning manusia
yang bermotif memproduksi manusia-manusia unggul dalam hal kecerdasan, kekuatan
fisik, kesehatan, kerupawanan jelas mengharuskan seleksi terhadap orang-orang
yang akan dikloning, tanpa memperhatikan apakah mereka suami-isteri atau bukan,
sudah menikah atau belum. Sel-sel tubuh itu akan diambil dari perempuan atau
laki-laki yang terpilih. Semua ini akan mengacaukan, menghilangkan dan membuat
bercampur aduk nasab.
Keempat, memproduksi
anak melalui proses kloning akan mencegah (baca: mengacaukan) pelaksanaan
banyak hukum-hukum syara’ seperti hukum tentang perkawinan, nasab, nafkah, hak
dan kewajiban antara bapak dan anak, waris, perawatan anak, hubungan
kemahraman, hubungan ‘ashabah, dan banyak lagi. Di samping itu, kloning akan
mencampuradukkan dan menghilangkan nasab serta menyalahi fitrah yang telah
diciptakan Allah untuk manusia dalam masalah kelahiran anak. Konsekuensi kloning
ini akan menjungkirbalikkan struktur kehidupan masyarakat.
Professor
Abdulaziz Sachedina of the University of Virginia, merujuk pada ayat Al-Quran
surat Al-Mukminun 12-14, bahwa ilmuwan yang mengadakan kloning tidak
mempercayai Allah adalah pencipta yang paling sempurna terhadap makhluknya.
Usaha mengkloning adalah usaha mengingkari kesempurnaan Allah.
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ
سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ.
ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي
قَرَارٍ مَكِينٍ.
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً
فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا
الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ
أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ.
“Dan Sesungguhnya kami Telah
menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami
jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling
baik (QS. Al-Mukminun: 12-14).
Hasil
konferensi tahun 1997 oleh Islamic Fiqh mengemukakan pandangan bahwa
Allah adalah pencipta alam semesta, seminar ini menyimpulkan bahwa Kloning
manusia itu haram dan Kloning terhadap hewan itu halal, Kloning terhadap
manusia itu akan menimbulkan masalah komplek sosial dan moral.
M.Quraish Shihab dalam Zamroni (2007) menyatakan bahwa
seperti yang dikutip dalam Al-Islam dan iptek, bahwa Islam tidak pernah
memisahkan ketetapan ketetapan hukumnya dari moral. Sehingga dalam kasus
kloning, walaupun dalam segi akidah tidak melanggar ‘wilayah kodrat Ilahi’,
namun karena dari moral teknologi kloning dapat mengantar kepada pelecehan
manusia, maka dilarang lahir dari aspek ini. Dengan demikian, perlu disadari
bahwa hal ihwal tentang penciptaan (setiap yang hidup/bernyawa) adalah wilayah
kekuasan Tuhan yang sangat mustahil untuk dapat ditiru oleh ilmuan sejenius
apapun, kesadaran ini perlu ada dalam jiwa manusia untuk lebih bijaksana dalam
menjelajahi ilmu pengetahuan, atau paling tidak meminimalisir sikap coba-coba
yang akan menyebabkan organism dan gen atau bahan-bahan dasar lainnya terbuang
sia-sia atau dimatika begitu saja dengan unsur kesengajaan yang lebih besar
hanya demi tekologi.
Majelis Ulama
Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional VI MUI di Jakarta pada tahun 2000
telah menetapkan fatwa tentang kloning. Dalam fatwa bernomor: 3/Munas
VI/MUI/2000 itu para ulama menetapkan kloning terhadap manusia dengan cara
bagaimanapun yang dapat berakibat pada pelipatgandaan manusia hukumnya adalah
haram. Namun, para ulama membolehkan kloning terhadap
tumbuh-tumbuhan dan hewan. “Kloning terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan
hukumnya boleh (mubah) sepanjang dilakukan demi kemaslahatan dan atau untuk
menghindarkan hal-hal negatif,” demikian fatwa yang ditandatangani Ketua
MUI Prof. Umar Shihab itu. Dalam fatwanya, MUI mewajibkan kepada semua pihak
terkait untuk tidak melakukan atau mengizinkan eksperimen atau praktik kloning
terhadap manusia. MUI juga mewajibkan kepada para ulama untuk senantiasa
mengikuti perkembangan kloning serta menyelenggarkan kajian-kajian ilmiah untuk
menjelaskan hukumnya.
Kloning dipandang dari sudut pandang
etika bangsa Indonesia :
Kloning akan menghilangkan garis keturunan dan hukum
tentang perkawinan, nasab, nafkah, hak, dan kewajiban antar bapak dan anak,
waris, perawatan anak, hubungan kemahraman, hubungan ’ashabah dan lain-lain
Di Indonesia juga memiliki etika dalam menentukan
keturunan, kloning akan mempersulit bahkan menghilangkan budaya dan etika. Etika
nenek moyang dan budaya Indonesia akan hilang jika kloning terus dilakukan,
karena setiap masyarakat Indonesia memiliki ciri dan khas berbeda (dilihat dari
fisik, psikis). jika proses kloning di lakukan maka akan menghilangkan cirri dan
macam-macam khas bangsa Indonesia. Dilihat dari tujuan kloning dikatakan etis apabila
digunakan untuk tujuan kesehatan atau tujuan klinik. Penelitian yang
berlangsung menyangkut diri manusia harus bertujuan untuk menyempurnakan tata
cara diagnostic, terapeutik dan pencegahan serta pengetahuan tentang etiologi
dan tatogenesis. Dan juga kloning tidak disalahgunakan untuk kepentingan
pribadi yang dari pengembangannya untuk tujuan ekonomi, militerisme dan tindakan-tindakan
kriminal.
Sebagai mahasiswa prodi pendidikan administrasi
perkantoran Universitas Negeri Surabaya ( UNESA), uraikan mengapa saudara wajib
mengikuti mata kuliah filsafat ilmu?
Menurut
pendapat saya mengapa prodi pendidikan administrasi perkantoran wajib mengikuti
mata kuliah karena filsafat Ilmu mengajarkan tentang dunia kita dan bahkan
tentang diri kita sendiri. Disisi lain filsafat Ilmu memberikan kita
pengetahuan yang lebih banyak dari kita tidak mengetahui menjadi mengetahui. Didalam Filsafat Ilmu kita juga lebih
mengetahui tentang tuhan , tentang kebenaran,
tentang kehidupan dan, banyak sekali pengetahuan yang bisa kita ambil
dari sini .
- Dengan
adanya Filsafat Ilmu kita mampu mengembangkan kemampuan kita seperti :
1. dapat menalar secara jelas
2. pembelajaran Filsafat Ilmu terdapat
banyak argument yang baik dan yang buruk
3. dimana kita dapat menyampaikan
pendapat menurut pengetahuan yang pernah kita dapat dan kita mengerti lisan
maupun tidak lisan dengan jelas
4. kita dapat melihat kejadian kejadian
menurut para ilmuwan ilmuwan
5. didalam pembelajaran Filsafat Ilmu
kita dapat melihat dan mempertimbangkan kembali pendapat dan pandangan
pandangan yang berbeda
Dengan
mengetahui pembelajaran Filsafat Ilmu kita dapat mengetahui tentang ilmu itu
sendiri dan memang sangat perlu mata kuliah Filsafat Ilmu karena dengan
banyaknya suatu kata yang sangat sulit dipahami kita harus benar benar
mempelajari Filsafat Ilmu ini seperti yang saya jelaskan diatas Filsafat Ilmu
memberikan pengetahuan dan rasa ingin tahu . selain itu Filsafat Ilmu memuat
materi pembelajaran yang mencakup perkembangan pemikiran filsafat sejak Zaman
Yunani Kuno sampai Zaman Modern , cabang cabang dan aliran Filsafat , ciri dan
kharakteristik setiap aliran Filsafat beserta tokoh tokohnya dan memuat ajaran
ajaran pokok.. di dalam filsafat ilmu terdapat ilmu metafisika dimana ilmu yang
mempelajari suatu hal mistis yang dimana ada suatu kepercayaan yang berbeda.
Referensi :
Artanto, Bobby. 2011. Pengertian Kloning Lengkap dengan
Tinjauannya. http://bobbyartanto.blogspot.com/2011/12/pengertian-kloning-lengkap-dengan.html. Diakses
22 Mei 2015 (13:50)
Anonim . Mengapa Mahasiswa Wajib Mengikuti Mata
Kuliah Filsafat Ilmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar