Dari Ibnu Mas’ud radliyallahu anhu berkata, telah
bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam,
لَيْسَ اْلمـُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَ لَا اللَّعَّانِ وَ لَا اْلفَاحِشِ وَ
لَا اْلبَذِيِّ“Bukanlah seorang mukmin orang yang suka mencaci, orang yang gemar melaknat, orang yang suka berbuat/ berkata-kata keji dan orang yang berkata-kata kotor/ jorok”. [HR at-Turmudziy: 1977, al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad: 312, Ahmad: I/ 404-405 dan al-Hakim. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih, sebagaimana di dalam Shahih Sunan at-Turmudziy: 1610, Shahih al-Adab al-Mufrad: 237, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5381 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 320].
Faidah hadits,
1). Orang yang beriman itu tidak memiliki sifat-sifat tercela semisal; suka mencaci orang lain, gemar melaknat atau mengutuk, suka berbuat atau berbicara yang keji dan sering mengumbar kaka-kata yang jorok.
2). Jika ada seseorang yang mengaku beriman namun masih melakukan salah satu atau lebih dari perilaku buruk tersebut maka dia adalah seseorang yang tidak baik keimanannya atau orang yang tidak sempurna keimanannya.
3). Diharamkannya memiliki sifat-sifat tersebut karena akan mendatangkan kerugian dan kenistaan bagi orang yang melakukannya di dunia dan akhirat.
4). Hendaknya setiap muslim menjauhi kebiasaan berkata-kata keji dan kotor/ jorok meskipun hanya sekedar untuk bercanda terutama kepada lawan jenisnya. Hal ini banyak kita jumpai senda gurau di fesbuk, twitter dan sejenisnya.
5). Sifat orang mukmin adalah berbicara yang baik atau jika tidak maka ia akan diam.
عن أبي هريرة رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَ اْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam”. [HR al-Bukhoriy: 6018, 6019, 6136, 6138, 6476, Muslim: 47, Ibnu Majah: 3971 dan Ahmad: II/ 267, 433, 463, VI/ 31, VI/ 384, 385 dari Abu Syuraih. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih, lihat Mukhtashor Shahih Muslim: 32, Shahih Sunan Ibni Majah: 3207 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 6501].
6). Kebanyakan dosa manusia adalah pada lisannya.
Dari Syaqiq berkata, Pernah Abdullah (bin Mas’ud) ra bertalbiyah di atas bukit shofa. Kemudian berkata, “Wahai lisan, berkatalah yang baik niscaya engkau akan memperoleh kebaikan atau diamlah niscaya engkau akan selamat sebelum engkau menyesal”. Mereka bertanya, “Wahai Abu Abdurrahman (maksudnya; Ibnu Mas’ud), Apakah ini suatu ucapan yang engkau ucapkan sendiri atau yang engkau pernah dengar?”. Beliau ra menjawab, “Tidak, bahkan aku telah mendengar Rosulullah saw bersabda,
أَكْثَرُ خَطَايَا ابْنِ آدَمَ فىِ لِسَانِهِ
“Kebanyakan dosa anak-anak adam itu ada pada lisannya”. [HR ath-Thabraniy, Abu asy-Syaikh dan Ibnu Asakir. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan, lihat Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1201, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 534 dan al-Adab: 396].
7). Semoga kita sebagai umat Islam yang baik, dengan dalil-dalil shahih di atas berusaha menjaga lisan kita dari ucapan-ucapan yang membuat Allah Subhanahu wa ta’ala murka dan mengamalkan dan mempergunakan lisan kita kepada yang membuat-Nya ridla.
Wallahu a'lam bish showab. Ajaran Islam amat sangat serius memperhatikan soal menjaga lisan sehingga Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
"Barangsiapa yang memberi jaminan kepadaku (untuk menjaga) apa yang ada antara dua janggutnya (lisan) dan apa yang ada antara dua kakinya (kema-luannya) maka aku menjamin Surga untuknya." (HR. Al-Bukhari).
Rasulullah s.a.w. pernah melarang para sahabatnya supaya jangan memaki kaum Musyrikin yang terbunuh di dalam peperangan Badar, sabdanya: Janganlah kamu memaki-maki mereka itu, yakni orang-orang Musyrikin yang terbunuh di dalam peperangan Badar itu, sebab caci-makimu itu tidak akan memberikan apa-apa kesan kepada mereka, malah sebaliknya kamu akan menyakiti hati orang-orang yang masih hidup (dari keluarga si mati itu). Ketahuilah bahwasanya kata-kata yang kotor itu adalah suatu kejahatan.
Sabdanya lagi dalam sebuah Hadis:
“Bukanlah seorang Mu’min itu yang jadi pencaci, pelaknat, bukan yang suka berkata kotor atau yang lidahnya suka menyebut kata-kata yang hina.”
Lagi sabdanya:
“Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang bercakap kotor, berlaku cabul, suka berteriak-teriak dalam pasar.”
Batasan bercakap kotor itu, memadailah dengan membicarakan sesuatu perkara dengan menggunakan ibarat-ibarat yang buruk yang tak senang didengar oleh telinga. Hal-hal serupa ini sering berlaku sekitar membicarakan tentang persoalan-persoalan seks dan liku-likunya. Ibarat-ibarat yang keji itu sering menjadi permainan di mulut orang-orang yang memang buruk kelakuannya, yang biasa diperbualkan antara sesama mereka. Manakala orang-orang yang baik perilakunya sentiasa menjaga diri dari menyebut kata-kata yang kotor serupa itu. Andaikata perlu disebutkan juga, maka mereka tidak pernah menyebutnya secara terang-terangan, malah mereka menggunakan kata-kata sindiran atau kata-kata semakna dengannya saja.
Berkata Ibnu Abbas r.a.: Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Hidup, Maha Mulia dan Maha Pemaaf. Digunakan maksud persetubuhan itu dengan perkataan bersentuh kulit.
Maka perkataan-perkataan seperti masis atau mas (menyentuh), dukhul (masuk) adalah kata-kata yang dipakai untuk maksud bersetubuh atau berjimak. Ini semua untuk menjaga bahwa kata-kata yang dipakai dalam al-Quran itu jangan ada yang berbau kotor.
Di sana ada banyak lagi ibarat-ibarat yang kotor, yang tidak layak disebutkan disini, kebanyakan daripadanya digunakan dalam caci-maki, ataupun untuk menunjukkan tanda tidak senang kepada orang yang dilemparkan kata-kata itu. Apabila orang itu merasa malu jika kata-kata seperti itu dilemparkan kepadanya, maka janganlah hendaknya ia berani menyebutnya secara terang-terangan kepada orang lain. Sebab semuanya itu merupakan perkara-perkara yang keji yang harus dijauhi.
Dan punca dari segala kelakuan ini, sama ada bertujuan untuk menyakiti orang lain, ataupun tersebab oleh kebiasaan yang dihasilkan oleh percampurgaulan yang tak sihat dengan orang-orang yang buruk akhlak dan kelakuannya, yang sudah sememang menjadi tabiat mereka suka mencaci-maki dan berbuat pekerjaan-pekerjaan yang keji.
Sekali Peristiwa datang seorang Arab dusun kepada Rasulullah s.a.w. seraya berkata: Wahai Rasulullah! Berikanlah aku suatu wasiat!
Maka Rasulullah s.a.w. pun bersabda:
“Hendaklah engkau bertaqwa kepada Allah. Kemudian sekiranya ada orang yang memalukan engkau lantaran sesuatu keaiban yang diketahuinya ada padamu, maka janganlah hendaknya engkau membalasnya dengan memalukannya lantaran sesuatui keaibannya yang engkau mengetahui pula, kelak bencananya akan tertimpa atas orang itu, manakala pahalanya pula akan dicatitkan bagimu. Juga jangan sekali-kali memaki sesuatu.”
Setelah mendengar wasiat Rasulullah s.a.w., maka orang dusun itu pun berkata pula: Sesudah itu saya tak pernah memaki-maki lagi.
Rasulullah s.a.w. bersabda lagi:
“Pencacian seseorang Mu’min adalah fasik (perkara jahat) dan pembunuhnya adalah kekufuran.”
Lagi sabdanya:
“Orang yang memaki kedua ibu bapanya adalah terlaknat.”
Dan pada riwayat yang lain:
“Seberat-berat dosa besar, ialah bila seseorang itu memaki-maki kedua ibu bapanya. Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah! Bagaimanakah seseorang itu akan memaki-maki kedua ibu bapanya? Jawab Rasulullah s.a.w.: Bila seseorang memaki-maki bapa orang lain, maka orang itu akan membalas memaki-maki bapanya pula.” Ajaran Islam memberikan garis tegas kepada umatnya untuk menghindari melakukan praktik yang amat dicela tersebut. Dr Muhammad Ali, mengungkapkan, ketika seorang Muslim dalam keadaan marah (yakni kemarahannya hanya karena Allah), sangatlah penting jika dia dapat menahan lidahnya dari mengucapkan umpatan dan bahasa kotor. Diakuinya memang berat melaksanakannya, tapi jika mampu, maka orang itu sangat mulia.
Namun sebaliknya, bagi yang tidak bisa menahan diri, bahkan selalu mengumpat, Allah tidak akan meridhainya. Nabi SAW bersabda, ”Allah tidak mencintai siapapun yang bermulut kotor dan cabul.” Berkata kotor, sambung Dr Muhammad dalam buku /Hidup Saleh dengan Nilai Spiritual Islam/, bukanlah sifat yang menguntungkan umat Muslim yang menghayati ajaran Islam. Muslim sejati harus jauh dari semua tindak tercela, dan mencontoh teladan Rasulullah SAW.
Semasa hidupnya, Rasul tidak pernah mengucapkan sebuah katapun yang dapat menyinggung, menyakiti perasaan orang lain atau menghancurkan kehormatan mereka. Anas RA, mengatakan, bahwa Nabi SAW tidak pernah menggunakan bahasa kotor, mengumpat atau bersumpah serapah. Ketika ingin mengingatkan (memarahi) seseorang, beliau hanya berkata, ”Apa yang terjadi dengannya? Semoga keningnya tertutup debu.”
Nabi kerap kali mengingatkan, bahwa semua keburukan, cercaan, umpatan dan penghinaan, hanya akan menggagalkan semua tindakan baik yang seseorang telah lakukan dalam hidupnya. Ia justru akan sungguh sial (bangkrut) tanpa perlindungan api neraka.
”Sesungguhnya Allah sangat marah dengan (hal) yang memuakkan, seorang yang bermulut kotor,” demikian sabda Nabi SAW. Lebih jauh, Nabi menceritakan, pada hari Kiamat nanti, akan ada orang yang datang dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat. Namun, ia kerap menghina seseorang, memfitnahnya, memakan kekayaan orang tadi, mengalirkan darahnya serta memukulinya pula.
Apa yang terjadi kemudian? Rasulullah SAW mengatakan, beberapa kebaikan orang tersebut diberikan kepada orang ini dan beberapa yang itu. ”Dan jika kebaikannya habis sebelum semua korbannya dibalas, maka dosa-dosa mereka akan diberikan dan ditambahkan padanya, kemudian dia akan dilemparkan ke dalam neraka.” (HR Muslim)
Maka itu, hendaknya umat menghindari perselisihan dan pertengkaran yang akan membawa pada umpatan atau hinaan. Umat dianjurkan untuk membawa nilai-nilai kebaikan di dalam komunitas sebagai petunjuk moral yang sublim untuk dikembangkan.
Merendahkan martabat
Akan tetapi jika permasalahan hidup terpaksa membawanya kepada perselisihan, ia sebaiknya bisa mengendalikan emosi dan berhati-hati dengan kata-katanya. Sabda Nabi SAW, ”Apapun yang ada di antara dua orang yang saling mengumpat, ia merupakan sebuah dosa bagi orang yang memicunya, jika orang yang disakiti tidak melangkah untuk melakukan perlawanan (tidak membalasnya).” (HR Muslim)
Syekh Salim bin al-Hilali dalam Ensiklopedi Larangan Menurut Alquran dan Sunnah, mengungkapkan, kenistaan, perbuatan keji dan perkataan kotor, adalah haram hukumnya dan itu bukan sifat seorang Muslim yang beriman. ”Tindakan itu akan mengundang aib serta merendahkan martabat orang lain,” ungkapnya.
Muslim akan selalu mengekang lidahnya dan menjaga diri dari mengumpat, meskipun ia terprovokasi. Ia juga dapat mengendalikan amarahnya sehingga tidak jatuh dalam dosa nestapa.
Seperti kebiasaan dan sifat buruk lainnya, berkata kasar adalah kebiasaan yang mudah dilakukan, tapi sulit dihilangkan. Saking sulitnya, Anda bahkan kadang tidak sadar kalau Anda baru saja berkata kasar. Tapi, selama Anda sadar akan kebiasaan buruk ini dan benar-benar ingin menghilangkannya, Anda bisa berhenti berkata kasar. Melalui artikel ini, Anda akan mendapatkan beberapa tips berguna untuk menghilangkan kebiasaan berkata kasar. hal yang menjadi pemicu untuk berkata kasar. Misalnya karena macet, menunggu antrian, atau mungkin sesederhana kalah atau mati dalam suatu video game. Jika Anda tahu apa yang menjadi pemicu Anda berkata kasar, Anda bisa mencari cara untuk menghindari dari pemicu tersebut. Menjauhlah dari segala situasi yang bisa memicu emosi negatif. Dengan begitu, secara tidak langsung Anda bisa mengendalikan ucapan Anda dengan lebih mudah. kebiasaan berkata kasar, terutama pada remaja, muncul karena pengaruh konten publik seperti musik, film, atau TV. Jika Anda memang suka berkata kasar karena pengaruh penyanyi rap favorit Anda, sadarlah! Mereka sendiri juga tidak menggunakan kata-kata itu di dunia nyata. Jika Anda memang mudah terpengaruh, gantilah musik yang Anda dengarkan, atau cari lagu rap favorit Anda yang sudah disensor.
Sumber :
Shalimah, Nur. 2012. Dilarang berkata kotor. (Online). ( https://alquranmulia.wordpress.com/2013/07/12/larangan-banyak-bicara-berkata-kotor-dan-berbuat-keji/, diakses pada 1 Juni 2015)
Dani, Putra. 2011. Jangan gunakan lisanmu untuk melaknat. (Online). ( http://muslimah.or.id/akhlak-dan-nasehat/saudariku-jangan-gunakan-lisanmu-untuk-melaknat.html, diakses pada 1 Juni 2015)
buku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar