Minggu, 31 Mei 2015

LARANGAN DARI BERBICARA KOTOR/ JOROK



Dari Ibnu Mas’ud radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam,
لَيْسَ اْلمـُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَ لَا اللَّعَّانِ وَ لَا اْلفَاحِشِ وَ لَا اْلبَذِيِّ
“Bukanlah seorang mukmin orang yang suka mencaci, orang yang gemar melaknat, orang yang suka berbuat/ berkata-kata keji dan orang yang berkata-kata kotor/ jorok”. [HR at-Turmudziy: 1977, al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad: 312, Ahmad: I/ 404-405 dan al-Hakim. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih, sebagaimana di dalam Shahih Sunan at-Turmudziy: 1610, Shahih al-Adab al-Mufrad: 237, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5381 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 320].
Faidah hadits,
1). Orang yang beriman itu tidak memiliki sifat-sifat tercela semisal; suka mencaci orang lain, gemar melaknat atau mengutuk, suka berbuat atau berbicara yang keji dan sering mengumbar kaka-kata yang jorok.
2). Jika ada seseorang yang mengaku beriman namun masih melakukan salah satu atau lebih dari perilaku buruk tersebut maka dia adalah seseorang yang tidak baik keimanannya atau orang yang tidak sempurna keimanannya.
3). Diharamkannya memiliki sifat-sifat tersebut karena akan mendatangkan kerugian dan kenistaan bagi orang yang melakukannya di dunia dan akhirat.
4). Hendaknya setiap muslim menjauhi kebiasaan berkata-kata keji dan kotor/ jorok meskipun hanya sekedar untuk bercanda terutama kepada lawan jenisnya. Hal ini banyak kita jumpai senda gurau di fesbuk, twitter dan sejenisnya.
5). Sifat orang mukmin adalah berbicara yang baik atau jika tidak maka ia akan diam.
عن أبي هريرة رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَ اْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam”. [HR al-Bukhoriy: 6018, 6019, 6136, 6138, 6476, Muslim: 47, Ibnu Majah: 3971 dan Ahmad: II/ 267, 433, 463, VI/ 31, VI/ 384, 385 dari Abu Syuraih. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih, lihat Mukhtashor Shahih Muslim: 32, Shahih Sunan Ibni Majah: 3207 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 6501].
6). Kebanyakan dosa manusia adalah pada lisannya.
Dari Syaqiq berkata, Pernah Abdullah (bin Mas’ud) ra bertalbiyah di atas bukit shofa. Kemudian berkata, “Wahai lisan, berkatalah yang baik niscaya engkau akan memperoleh kebaikan atau diamlah niscaya engkau akan selamat sebelum engkau menyesal”. Mereka bertanya, “Wahai Abu Abdurrahman (maksudnya; Ibnu Mas’ud), Apakah ini suatu ucapan yang engkau ucapkan sendiri atau yang engkau pernah dengar?”. Beliau ra menjawab, “Tidak, bahkan aku telah mendengar Rosulullah saw bersabda,
أَكْثَرُ خَطَايَا ابْنِ آدَمَ فىِ لِسَانِهِ
“Kebanyakan dosa anak-anak adam itu ada pada lisannya”. [HR ath-Thabraniy, Abu asy-Syaikh dan Ibnu Asakir. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan, lihat Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1201, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 534 dan al-Adab: 396].
7). Semoga kita sebagai umat Islam yang baik, dengan dalil-dalil shahih di atas berusaha menjaga lisan kita dari ucapan-ucapan yang membuat Allah Subhanahu wa ta’ala murka dan mengamalkan dan mempergunakan lisan kita kepada yang membuat-Nya ridla.
Wallahu a'lam bish showab. Ajaran Islam amat sangat serius memperhatikan soal menjaga lisan sehingga Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
"Barangsiapa yang memberi jaminan kepadaku (untuk menjaga) apa yang ada antara dua janggutnya (lisan) dan apa yang ada antara dua kakinya (kema-luannya) maka aku menjamin Surga untuknya." (HR. Al-Bukhari).
            Rasulullah s.a.w. pernah melarang para sahabatnya supaya jangan memaki kaum Musyrikin yang terbunuh di dalam peperangan Badar, sabdanya: Janganlah kamu memaki-maki mereka itu, yakni orang-orang Musyrikin yang terbunuh di dalam peperangan Badar itu, sebab caci-makimu itu tidak akan memberikan apa-apa kesan kepada mereka, malah sebaliknya kamu akan menyakiti hati orang-orang yang masih hidup (dari keluarga si mati itu). Ketahuilah bahwasanya kata-kata yang kotor itu adalah suatu kejahatan.

Sabdanya lagi dalam sebuah Hadis:

“Bukanlah seorang Mu’min itu yang jadi pencaci, pelaknat, bukan yang suka berkata kotor atau yang lidahnya suka menyebut kata-kata yang hina.”

Lagi sabdanya:

“Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang bercakap kotor, berlaku cabul, suka berteriak-teriak dalam pasar.”

Batasan bercakap kotor itu, memadailah dengan membicarakan sesuatu perkara dengan menggunakan ibarat-ibarat yang buruk yang tak senang didengar oleh telinga. Hal-hal serupa ini sering berlaku sekitar membicarakan tentang persoalan-persoalan seks dan liku-likunya. Ibarat-ibarat yang keji itu sering menjadi permainan di mulut orang-orang yang memang buruk kelakuannya, yang biasa diperbualkan antara sesama mereka. Manakala orang-orang yang baik perilakunya sentiasa menjaga diri dari menyebut kata-kata yang kotor serupa itu. Andaikata perlu disebutkan juga, maka mereka tidak pernah menyebutnya secara terang-terangan, malah mereka menggunakan kata-kata sindiran atau kata-kata semakna dengannya saja.

Berkata Ibnu Abbas r.a.: Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Hidup, Maha Mulia dan Maha Pemaaf. Digunakan maksud persetubuhan itu dengan perkataan bersentuh kulit.

Maka perkataan-perkataan seperti masis atau mas (menyentuh), dukhul (masuk) adalah kata-kata yang dipakai untuk maksud bersetubuh atau berjimak. Ini semua untuk menjaga bahwa kata-kata yang dipakai dalam al-Quran itu jangan ada yang berbau kotor.

Di sana ada banyak lagi ibarat-ibarat yang kotor, yang tidak layak disebutkan disini, kebanyakan daripadanya digunakan dalam caci-maki, ataupun untuk menunjukkan tanda tidak senang kepada orang yang dilemparkan kata-kata itu. Apabila orang itu merasa malu jika kata-kata seperti itu dilemparkan kepadanya, maka janganlah hendaknya ia berani menyebutnya secara terang-terangan kepada orang lain. Sebab semuanya itu merupakan perkara-perkara yang keji yang harus dijauhi.

Dan punca dari segala kelakuan ini, sama ada bertujuan untuk menyakiti orang lain, ataupun tersebab oleh kebiasaan yang dihasilkan oleh percampurgaulan yang tak sihat dengan orang-orang yang buruk akhlak dan kelakuannya, yang sudah sememang menjadi tabiat mereka suka mencaci-maki dan berbuat pekerjaan-pekerjaan yang keji.

Sekali Peristiwa datang seorang Arab dusun kepada Rasulullah s.a.w. seraya berkata: Wahai Rasulullah! Berikanlah aku suatu wasiat!

Maka Rasulullah s.a.w. pun bersabda:

“Hendaklah engkau bertaqwa kepada Allah. Kemudian sekiranya ada orang yang memalukan engkau lantaran sesuatu keaiban yang diketahuinya ada padamu, maka janganlah hendaknya engkau membalasnya dengan memalukannya lantaran sesuatui keaibannya yang engkau mengetahui pula, kelak bencananya akan tertimpa atas orang itu, manakala pahalanya pula akan dicatitkan bagimu. Juga jangan sekali-kali memaki sesuatu.”

Setelah mendengar wasiat Rasulullah s.a.w., maka orang dusun itu pun berkata pula: Sesudah itu saya tak pernah memaki-maki lagi.

Rasulullah s.a.w. bersabda lagi:

“Pencacian seseorang Mu’min adalah fasik (perkara jahat) dan pembunuhnya adalah kekufuran.”

Lagi sabdanya:

“Orang yang memaki kedua ibu bapanya adalah terlaknat.”

Dan pada riwayat yang lain:

“Seberat-berat dosa besar, ialah bila seseorang itu memaki-maki kedua ibu bapanya. Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah! Bagaimanakah seseorang itu akan memaki-maki kedua ibu bapanya? Jawab Rasulullah s.a.w.: Bila seseorang memaki-maki bapa orang lain, maka orang itu akan membalas memaki-maki bapanya pula.” Ajaran Islam memberikan garis tegas kepada umatnya untuk menghindari melakukan praktik yang amat dicela tersebut. Dr Muhammad Ali, mengungkapkan, ketika seorang Muslim dalam keadaan marah (yakni kemarahannya hanya karena Allah), sangatlah penting jika dia dapat menahan lidahnya dari mengucapkan umpatan dan bahasa kotor. Diakuinya memang berat melaksanakannya, tapi jika mampu, maka orang itu sangat mulia.



Namun sebaliknya, bagi yang tidak bisa menahan diri, bahkan selalu mengumpat, Allah tidak akan meridhainya. Nabi SAW bersabda, ”Allah tidak mencintai siapapun yang bermulut kotor dan cabul.” Berkata kotor, sambung Dr Muhammad dalam buku /Hidup Saleh dengan Nilai Spiritual Islam/, bukanlah sifat yang menguntungkan umat Muslim yang menghayati ajaran Islam. Muslim sejati harus jauh dari semua tindak tercela, dan mencontoh teladan Rasulullah SAW.

Semasa hidupnya, Rasul tidak pernah mengucapkan sebuah katapun yang dapat menyinggung, menyakiti perasaan orang lain atau menghancurkan kehormatan mereka. Anas RA, mengatakan, bahwa Nabi SAW tidak pernah menggunakan bahasa kotor, mengumpat atau bersumpah serapah. Ketika ingin mengingatkan (memarahi) seseorang, beliau hanya berkata, ”Apa yang terjadi dengannya? Semoga keningnya tertutup debu.”

Nabi kerap kali mengingatkan, bahwa semua keburukan, cercaan, umpatan dan penghinaan, hanya akan menggagalkan semua tindakan baik yang seseorang telah lakukan dalam hidupnya. Ia justru akan sungguh sial (bangkrut) tanpa perlindungan api neraka.

”Sesungguhnya Allah sangat marah dengan (hal) yang memuakkan, seorang yang bermulut kotor,” demikian sabda Nabi SAW. Lebih jauh, Nabi menceritakan, pada hari Kiamat nanti, akan ada orang yang datang dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat. Namun, ia kerap menghina seseorang, memfitnahnya, memakan kekayaan orang tadi, mengalirkan darahnya serta memukulinya pula.

Apa yang terjadi kemudian? Rasulullah SAW mengatakan, beberapa kebaikan orang tersebut diberikan kepada orang ini dan beberapa yang itu. ”Dan jika kebaikannya habis sebelum semua korbannya dibalas, maka dosa-dosa mereka akan diberikan dan ditambahkan padanya, kemudian dia akan dilemparkan ke dalam neraka.” (HR Muslim)

Maka itu, hendaknya umat menghindari perselisihan dan pertengkaran yang akan membawa pada umpatan atau hinaan. Umat dianjurkan untuk membawa nilai-nilai kebaikan di dalam komunitas sebagai petunjuk moral yang sublim untuk dikembangkan.

Merendahkan martabat
Akan tetapi jika permasalahan hidup terpaksa membawanya kepada perselisihan, ia sebaiknya bisa mengendalikan emosi dan berhati-hati dengan kata-katanya. Sabda Nabi SAW, ”Apapun yang ada di antara dua orang yang saling mengumpat, ia merupakan sebuah dosa bagi orang yang memicunya, jika orang yang disakiti tidak melangkah untuk melakukan perlawanan (tidak membalasnya).” (HR Muslim)

Syekh Salim bin al-Hilali dalam Ensiklopedi Larangan Menurut Alquran dan Sunnah, mengungkapkan, kenistaan, perbuatan keji dan perkataan kotor, adalah haram hukumnya dan itu bukan sifat seorang Muslim yang beriman. ”Tindakan itu akan mengundang aib serta merendahkan martabat orang lain,” ungkapnya.

Muslim akan selalu mengekang lidahnya dan menjaga diri dari mengumpat, meskipun ia terprovokasi. Ia juga dapat mengendalikan amarahnya sehingga tidak jatuh dalam dosa nestapa.

            Seperti kebiasaan dan sifat buruk lainnya, berkata kasar adalah kebiasaan yang mudah dilakukan, tapi sulit dihilangkan. Saking sulitnya, Anda bahkan kadang tidak sadar kalau Anda baru saja berkata kasar. Tapi, selama Anda sadar akan kebiasaan buruk ini dan benar-benar ingin menghilangkannya, Anda bisa berhenti berkata kasar. Melalui artikel ini, Anda akan mendapatkan beberapa tips berguna untuk menghilangkan kebiasaan berkata kasar. hal yang menjadi pemicu untuk berkata kasar. Misalnya karena macet, menunggu antrian, atau mungkin sesederhana kalah atau mati dalam suatu video game. Jika Anda tahu apa yang menjadi pemicu Anda berkata kasar, Anda bisa mencari cara untuk menghindari dari pemicu tersebut. Menjauhlah dari segala situasi yang bisa memicu emosi negatif. Dengan begitu, secara tidak langsung Anda bisa mengendalikan ucapan Anda dengan lebih mudah. kebiasaan berkata kasar, terutama pada remaja, muncul karena pengaruh konten publik seperti musik, film, atau TV. Jika Anda memang suka berkata kasar karena pengaruh penyanyi rap favorit Anda, sadarlah! Mereka sendiri juga tidak menggunakan kata-kata itu di dunia nyata. Jika Anda memang mudah terpengaruh, gantilah musik yang Anda dengarkan, atau cari lagu rap favorit Anda yang sudah disensor.


Sumber :
Shalimah, Nur. 2012. Dilarang berkata kotor. (Online).                                                                                    ( https://alquranmulia.wordpress.com/2013/07/12/larangan-banyak-bicara-berkata-kotor-dan-berbuat-keji/, diakses pada 1 Juni 2015)
Dani, Putra. 2011.  Jangan gunakan lisanmu untuk melaknat. (Online).                                          ( http://muslimah.or.id/akhlak-dan-nasehat/saudariku-jangan-gunakan-lisanmu-untuk-melaknat.html, diakses pada 1 Juni 2015)
buku


Jumat, 22 Mei 2015

Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Nama: Bagas Surya Dinata
NIM  : 14080314059
Kelas: PAP 14 A



Contoh berkembangnya fisafat ilmu pada zaman modern yang sangat terkenal adalah rekayasa genetic atau kloning. Uraikan pendapat saudara mengenai teknologi kloning dilihat dari sudut pandang norma, moral, dan etika bangsa Indonesia!
Jawab :
            Kloning adalah reproduksi aseksual .  Kloning pertama kali mendapat perhatian dunia ketika Joshua Lederberg seorang Nobelis, menulis tentang prospek kloning manusia. Ia mengatakan bahwa dengan kloning manusia dapat mengendalikan reproduksi dan menghasilkan gen superior dan banyak keuntungan lain. Perkataannya ini didasarkan pada keberhasilan percobaan reproduksi aseksual pada kodok. Kendati demikian, muncul pula banyak pertanyaan mengenai status moral kloning itu.
Kloning dipandang dari sudut pandang norma adalah sebagai berikut :
Dalam UU kesehatan No.23 tahun 1992 terdapat ketentuan pasal-pasal tentang kehamilan di luar cara alami sebagai berikut :
Pasal 16
1)    Kehamilan di luar alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri mendapat keturunan.
Penjelasan: Jika secara medis dapat membuktikan bahwa pasangan suami istri yang sah dan benar-benar tidak dapat memperoleh keturunan secara alami, pasangan suami istri tersebut dapat melakukan kehamilan di luar cara alami sebagai upaya terakhir melalui ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran.
2)    Upaya kehamilan di luar alami sebagimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dan dengan ketentuan:
a.    Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan, ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal.
b.    Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan wewenangan untuk itu.
c.    Pada sarana kesehatan tertentu.
Penjelasan: Pelaksanaan upaya kehamilan di luar cara alami harus dilakukan sesuai dengan norma hukum, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang telah memenuhi persyaratan untuk menyelenggarakan upaya kehamilan diluar cara alami dan ditunjuk oleh pemerintah.
3)    Ketentuan mengenai persyaratan dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam peraturan ini ialah:
a.    Sperma harus berasal dari suami sah dari pemilik ovum. Bila sperma berasal dari laki-laki lain, hukumannya sama dengan perzinaan.
b.    Hasil pembuahan tidak boleh ditanam di dalam rahim wanita yang bukan pemilik ovum yang dibuahi tersebut.
c.    Yang dimasud dengan keturunan adalah sperma dari suami.
Ketentuan pidana.
Ketentuan pidana untuk pelaku upaya kehamilan di luar cara alami diatur dalam pasal 82 ayat (2) a yang berbunyi : Melakukan upaya kehamilan di luar cara alami yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).


Kloning dilihat dari sudut pandang Moral
Hukum kloning dalam pandangan Islam sangat jelas, yang diambil dari dalil-dalil qiyas dan ijtihat. Belakangan ini telah berkembang satu teknologi baru yang mampu memduplikasi makhluk hidup dengan sama persis, teknologi ini dikenal dengan nama teknologi kloning. Kloning adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya pada makhluk hidup tertentu baik berupa tumbuhan, hewan, maupun manusia. Kloning telah berhasil dilakukan pada tanaman sebagaimana pada hewan belakangan ini, kendatipun belum berhasil dilakukan pada manusia. Tujuan kloning pada tanaman dan hewan pada dasarnya adalah untuk memperbaiki kualitas tanaman dan hewan, meningkatkan produktivitasnya, dan mencari obat alami bagi banyak penyakit manusia terutama penyakit-penyakit kronis guna menggantikan obat-obatan kimiawi yang dapat menimbulkan efek samping terhadap kesehatan manusia. Upaya memperbaiki kualitas tanaman dan hewan dan meningkatkan produktivitasnya tersebut menurut syara’ tidak apa-apa untuk dilakukan dan termasuk aktivitas yang mubah hukumnya. Demikian pula memanfaatkan tanaman dan hewan dalam proses kloning guna mencari obat yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit manusia terutama yang kronis adalah kegiatan yang dibolehkan Islam, bahkan hukumnya sunnah (mandub), sebab berobat hukumnya sunnah. Begitu pula memproduksi berbagai obat-obatan untuk kepentingan pengobatan hukumnya juga sunnah. Oleh karena itu, dibolehkan memanfaatkan proses kloning untuk memperbaiki kualitas tanaman dan mempertinggi produktivitasnya atau untuk memperbaiki kualitas hewan seperti sapi, domba, onta, kuda, dan sebagainya. Juga dibolehkan memanfaatkan proses kloning untuk mempertinggi produktivitas hewan-hewan tersebut dan mengembangbiakkannya, ataupun untuk mencari obat bagi berbagai penyakit manusia, terutama penyakit-penyakit yang kronis. Oleh karena itu tidak salah jika Majma' al-Buhûts al-Islâmiyyah yang berpusat di Kairo Mesir mengeluarkan fatwa akan bolehnya memanfaatkan teknologi kloning terhadap tumbuh-tumbuhan atau hewan asalkan memiliki daya guna (bermanfaat) bagi kehidupan manusia. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini diciptakan untuk kesejahteraan manusia. Apalagi jika kita memanfaatkan proses kloning ini jelas-jelas untuk memperbaiki kualitas tanaman dan mempertinggi produktivitasnya atau untuk memperbaiki kualitas hewan. Selain itu juga dibolehkan memanfaatkan proses kloning untuk  mempertinggi produktivitas hewan-hewan tersebut dan mengembangbiakannya, ataupun untuk mencari obat bagi berbagai penyakit manusia, terutama penyakit-penyakit yang kronis.
Adapun kloning manusia adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya yang berupa manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengambil sel tubuh (sel somatik) dari tubuh manusia, kemudian diambil inti selnya (nukleusnya), dan selanjutnya ditanamkan pada sel telur (ovum) wanita yang telah dihilangkan inti selnya dengan suatu metode yang mirip dengan proses pembuahan atau inseminasi buatan. Dengan metode semacam itu, kloning manusia dilaksanakan dengan cara mengambil inti sel dari tubuh seseorang, lalu dimasukkan ke dalam sel telur yang diambil dari seorang perempuan. Lalu dengan bantuan cairan kimiawi khusus dan kejutan arus listrik, inti sel digabungkan dengan sel telur. Setelah proses penggabungan ini terjadi, sel telur yang telah bercampur dengan inti sel tersebut ditransfer ke dalam rahim seorang perempuan, agar dapat memperbanyak diri, berkembang, berdiferensiasi, dan berubah menjadi janin sempurna. Setelah itu keturunan yang dihasilkan dapat dilahirkan secara alami. Keturunan ini akan berkode genetik sama dengan induknya, yakni orang yang menjadi sumber inti sel tubuh yang telah ditanamkan pada sel telur perempuan.
Ardi (2013) menjelaskan bahwa melihat fakta kloning manusia secara menyeluruh, syari’at Islam mengharamkan kloning terhadap manusia, dengan argumentasi sebagai berikut.
Pertama, anak-anak produk proses kloning dihasilkan melalui cara yang tidak alami (percampuran antara sel sperma dan sel telur). Padahal, cara alami inilah yang telah ditetapkan oleh syariat sebagai sunnatullah menghasilkan anak-anak dan keturunannya. Allah SWT berfirman:
                        وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالأنْثَى                                                                                                             
  مِنْ نُطْفَةٍ إِذَا تُمْنَى   
“Dan bahwasannya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan dari air mani apabila dipancarkan” (QS. An-Najm: 45-46).
Dalam ayat lain dinyatakan pula,
أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِنْ مَنِيٍّ يُمْنَى
ثُمَّ كَانَ عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوَّى
Bukankah dia dahulu setetes mani yag ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya. Lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang laki-laki dan perempuan.” (QS. Al-Qiyâmah: 37-38).
Kedua, anak-anak produk kloning dari perempuan tanpa adanya laki-laki tidak akan mempunyai ayah. Anak produk kloning tersebut jika dihasilkan dari proses pemindahan sel telur yang telah digabungkan dengan inti sel tubuh ke dalam rahim perempuan yang bukan pemilik sel telur, tidak pula akan memunyai ibu sebab rahim perempuan yang menjadi tempat pemindahan sel telur tersebut hanya menjadi penampung (mediator). Oleh karena itu, kondisi ini sesungguhnya telah bertentangan dengan firman Allah SWT:.
يا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْناكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَ أُنْثى وَ جَعَلْناكُمْ شُعُوباً وَ قَبائِلَ لِتَعارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa–bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (AQS. Al-Hujurât: 13) 

Juga bertentangan dengan firman-Nya yang lain,
ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ ۚ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ ۚ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَٰكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu [Maula-maula ialah: seorang hamba sahaya yang sudah dimerdekakan atau seorang yang telah dijadikan anak angkat, seperti Salim anak angkat Huzaifah, dipanggil maula Huzaifah] dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Al-Ahzâb : 5).

Ketiga, kloning manusia akan menghilangkan nasab (garis keturunan). Padahal Islam telah mewajibkan pemeliharaan nasab. Ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. telah bersabda, “Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari Allah, para malaikat dan seluruh manusia.” (H.R. Ibnu Majah).
Diriwayatkan pula dari Abu ‘Utsman An Nahri r.a. yang berkata, “Aku mendengar Sa’ad dan Abu Bakrah masing-masing berkata, ‘Kedua telingaku telah mendengar dan hatiku telah menghayati sabda Muhammad s.a.w., “siapa saja yang mengaku-ngaku (sebagai anak) kepada orang yang bukan bapaknya, padahal dia tahu bahwa orang itu bukan bapaknya, maka surga baginya haram.” (H.R. Ibnu Majah).
Diriwayatkan pula dari Abu Hurairah r.a. bahwasannya tatkala turun ayat li’an dia mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja perempuan yang memasukkan kepada suatu kaum nasab (seseorang) yang bukan dari kalangan kaum itu, maka dia tidak akan mendapat apapun dari Allah dan Allah tidak akan pernah memasukkannya ke dalam surga. Dan siapa saja laki-laki yang mengingkari anaknya sendiri padahal dia melihat (kemiripan)nya, maka Allah akan akan tertutup darinya dan Allah akan membeberkan perbuatannya itu dihadapan orang-orang yang terdahulu dan kemudian (pada Hari Kiamat)” (H.R. Ad-Darimi).
Kloning manusia yang bermotif memproduksi manusia-manusia unggul dalam hal kecerdasan, kekuatan fisik, kesehatan, kerupawanan jelas mengharuskan seleksi terhadap orang-orang yang akan dikloning, tanpa memperhatikan apakah mereka suami-isteri atau bukan, sudah menikah atau belum. Sel-sel tubuh itu akan diambil dari perempuan atau laki-laki yang terpilih. Semua ini akan mengacaukan, menghilangkan dan membuat bercampur aduk nasab.
Keempat, memproduksi anak melalui proses kloning akan mencegah (baca: mengacaukan) pelaksanaan banyak hukum-hukum syara’ seperti hukum tentang perkawinan, nasab, nafkah, hak dan kewajiban antara bapak dan anak, waris, perawatan anak, hubungan kemahraman, hubungan ‘ashabah, dan banyak lagi. Di samping itu, kloning akan mencampuradukkan dan menghilangkan nasab serta menyalahi fitrah yang telah diciptakan Allah untuk manusia dalam masalah kelahiran anak. Konsekuensi kloning ini akan menjungkirbalikkan struktur kehidupan masyarakat.
Professor Abdulaziz Sachedina of the University of Virginia, merujuk pada ayat Al-Quran surat Al-Mukminun 12-14, bahwa ilmuwan yang mengadakan kloning tidak mempercayai Allah adalah pencipta yang paling sempurna terhadap makhluknya. Usaha mengkloning adalah usaha mengingkari kesempurnaan Allah.
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ.
ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ.
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ.
“Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik (QS. Al-Mukminun: 12-14).
Hasil konferensi tahun 1997 oleh Islamic Fiqh mengemukakan pandangan bahwa Allah adalah pencipta alam semesta, seminar ini menyimpulkan bahwa Kloning manusia itu haram dan Kloning terhadap hewan itu halal, Kloning terhadap manusia itu akan menimbulkan masalah komplek sosial dan moral.
M.Quraish Shihab dalam Zamroni (2007) menyatakan bahwa seperti yang dikutip dalam Al-Islam dan iptek, bahwa Islam tidak pernah memisahkan ketetapan ketetapan hukumnya dari moral. Sehingga dalam kasus kloning, walaupun dalam segi akidah tidak melanggar ‘wilayah kodrat Ilahi’, namun karena dari moral teknologi kloning dapat mengantar kepada pelecehan manusia, maka dilarang lahir dari aspek ini. Dengan demikian, perlu disadari bahwa hal ihwal tentang penciptaan (setiap yang hidup/bernyawa) adalah wilayah kekuasan Tuhan yang sangat mustahil untuk dapat ditiru oleh ilmuan sejenius apapun, kesadaran ini perlu ada dalam jiwa manusia untuk lebih bijaksana dalam menjelajahi ilmu pengetahuan, atau paling tidak meminimalisir sikap coba-coba yang akan menyebabkan organism dan gen atau bahan-bahan dasar lainnya terbuang sia-sia atau dimatika begitu saja dengan unsur kesengajaan yang lebih besar hanya demi tekologi.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional VI MUI di Jakarta pada tahun 2000 telah menetapkan fatwa tentang kloning. Dalam fatwa bernomor: 3/Munas VI/MUI/2000 itu para ulama menetapkan kloning terhadap manusia dengan cara bagaimanapun yang dapat berakibat pada pelipatgandaan manusia hukumnya adalah haram. Namun, para ulama membolehkan kloning terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan. “Kloning terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan hukumnya boleh (mubah) sepanjang dilakukan demi kemaslahatan dan atau untuk menghindarkan hal-hal negatif,” demikian fatwa yang ditandatangani Ketua MUI Prof. Umar Shihab itu. Dalam fatwanya, MUI mewajibkan kepada semua pihak terkait untuk tidak melakukan atau mengizinkan eksperimen atau praktik kloning terhadap manusia. MUI juga mewajibkan kepada para ulama untuk senantiasa mengikuti perkembangan kloning serta menyelenggarkan kajian-kajian ilmiah untuk menjelaskan hukumnya.

Kloning dipandang dari sudut pandang etika bangsa Indonesia :

Kloning akan menghilangkan garis keturunan dan hukum tentang perkawinan, nasab, nafkah, hak, dan kewajiban antar bapak dan anak, waris, perawatan anak, hubungan kemahraman, hubungan ’ashabah dan lain-lain
Di Indonesia juga memiliki etika dalam menentukan keturunan, kloning akan mempersulit bahkan menghilangkan budaya dan etika. Etika nenek moyang dan budaya Indonesia akan hilang jika kloning terus dilakukan, karena setiap masyarakat Indonesia memiliki ciri dan khas berbeda (dilihat dari fisik, psikis). jika proses kloning di lakukan maka akan menghilangkan cirri dan macam-macam khas bangsa Indonesia. Dilihat dari tujuan kloning dikatakan etis apabila digunakan untuk tujuan kesehatan atau tujuan klinik. Penelitian yang berlangsung menyangkut diri manusia harus bertujuan untuk menyempurnakan tata cara diagnostic, terapeutik dan pencegahan serta pengetahuan tentang etiologi dan tatogenesis. Dan juga kloning tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi yang dari pengembangannya untuk tujuan ekonomi, militerisme dan tindakan-tindakan kriminal. 

Sebagai mahasiswa prodi pendidikan administrasi perkantoran Universitas Negeri Surabaya ( UNESA), uraikan mengapa saudara wajib mengikuti mata kuliah filsafat ilmu?
Menurut pendapat saya mengapa prodi pendidikan administrasi perkantoran wajib mengikuti mata kuliah karena filsafat Ilmu mengajarkan tentang dunia kita dan bahkan tentang diri kita sendiri. Disisi lain filsafat Ilmu memberikan kita pengetahuan yang lebih banyak dari kita tidak mengetahui menjadi mengetahui. Didalam Filsafat Ilmu kita juga lebih mengetahui tentang tuhan , tentang kebenaran,  tentang kehidupan dan, banyak sekali pengetahuan yang bisa kita ambil dari sini .

- Dengan adanya Filsafat Ilmu kita mampu mengembangkan kemampuan kita seperti :
1.    dapat menalar secara jelas
2.    pembelajaran Filsafat Ilmu terdapat banyak argument yang baik dan yang buruk
3.    dimana kita dapat menyampaikan pendapat menurut pengetahuan yang pernah kita dapat dan kita mengerti lisan maupun tidak lisan dengan jelas
4.    kita dapat melihat kejadian kejadian menurut para ilmuwan ilmuwan
5.    didalam pembelajaran Filsafat Ilmu kita dapat melihat dan mempertimbangkan kembali pendapat dan pandangan pandangan yang berbeda
Dengan mengetahui pembelajaran Filsafat Ilmu kita dapat mengetahui tentang ilmu itu sendiri dan memang sangat perlu mata kuliah Filsafat Ilmu karena dengan banyaknya suatu kata yang sangat sulit dipahami kita harus benar benar mempelajari Filsafat Ilmu ini seperti yang saya jelaskan diatas Filsafat Ilmu memberikan pengetahuan dan rasa ingin tahu . selain itu Filsafat Ilmu memuat materi pembelajaran yang mencakup perkembangan pemikiran filsafat sejak Zaman Yunani Kuno sampai Zaman Modern , cabang cabang dan aliran Filsafat , ciri dan kharakteristik setiap aliran Filsafat beserta tokoh tokohnya dan memuat ajaran ajaran pokok.. di dalam filsafat ilmu terdapat ilmu metafisika dimana ilmu yang mempelajari suatu hal mistis yang dimana ada suatu kepercayaan yang berbeda.


Referensi :
Artanto, Bobby. 2011. Pengertian Kloning Lengkap dengan Tinjauannya. http://bobbyartanto.blogspot.com/2011/12/pengertian-kloning-lengkap-dengan.html. Diakses 22 Mei 2015 (13:50)

Anonim  . Mengapa Mahasiswa Wajib Mengikuti Mata Kuliah Filsafat Ilmu